Kamis, 09 Februari 2012

Bun,.....Jangan Marah ya....

“Bun,…..Jangan Marah ya…”

(Lenny Oktaviana Dewi, S.Pd)

Dalam sebuah sesi pelatihan parenting, sang Trainer bertanya kepada peserta yang hadir,” Siapa yang hari ini sudah marah pada putranya?”

Maka terangkatlah beberapa tangan malu-malu dari deretan peserta yang hadir. “Alhamdulillah, saya sedang berhadapan dengan orang-orang yang normal,” ujar sang Trainer kemudian. Dan meledaklah tawa peserta menyusul tanggapan trainer tersebut.

Marah adalah emosi spontanitas yang muncul ketika terjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan dan kebutuhan kita

Marah bisa menjadi positif ketika bertujuan mempertahankan kebenaran dan mengajarkan kebaikan

Marah pun bisa menjadi negatif jika hanya karena memperturutkan hawa nafsu dan emosi

Marah negatif harus ditekan dan dihilangkan, sementara Marah positif disalurkan dengan cara yang efektif (Irawati Istadi dalam bukunya Ayo Marah)

Menurut beberapa hasil penelitian, karakter kita yang sekarang terbentuk sebagai hasil dari apa yang kita alami di lima tahun awal kehidupan kita. Dan karakter pemarah bukan diperoleh dari keturunan, tetapi di pelajari otak dari pengasuhan dan pembiasaan.

Masih menurut penelitian di Amerika kepada 500 responden yang semasa bayinya mendapatkan pola pengasuhan yang baik, dalam arti mendapatkan kasih sayang, kelembutan dari orang tuanya, maka setelah 30 tahun kemudian didapati bahwa mereka adalah pribadi-pribadi yang mampu mengatasi persoalan hidupnya, mampu mengelola kecemasan dan emosi negatifnya dengan lebih baik.

Seandainya kita mau sedikit saja mengingat dan mengiang-ngiangkannya di telinga kita sabda Rasulullah SAW, “Orang kuat itu bukanlah orang yang menang dalam gulat tetapi orang yang kuat adalah yang mampu menahan nafsu amarahnya. (HR Bukhari Muslim) Insyaallah, semoga kita termasuk orang-orang yang bersegera dalam ampunan Allah dan kepada surgaNya yang seluas langit dan bumi yang diperuntukkan bagi orang-orang yang bertaqwa, yaitu diantaranya yang mampu menahan amarahnya, seperti dalam firmanNya di dalam Surat Ali Imron ayat 133-134.

Mar’ah Sholihah, menjalani peran sebagai ibu bagi anak-anak kita atau pendidik untuk murid-murid kita baik disekolah maupun anak-anak disekitar kita adalah peran yang sangat membahagiakan. Seringkali motivasi terbesar kita adalah mengalirkan ilmu kebaikan yang kita sudah dapat baik di bangku sekolah kita atau dari tadabur dan tafakur kita. Karena pahala yang Allah janjikan tak kan putus bagi ilmu yang bermanfaat setelah anak yang sholih dan sedekah jariyah. Hati yang selalu bersyukur, pasangan hidup yang sholih, anak yang yang sholih dan berbakti, lingkungan yang kondusif, harta yang halal, bersemangat memahami ilmu agama dan umur yang barakah adalah indikator kebahagiaan dunia.Maka nasehat anak-anak kita seperti judul di atas cukuplah untuk menjadi pengingat kita, “Bun,…jangan marah ya…!” karena anak-anak kita berhak mendapatkan lingkungan dan suasana yang membuatnya menjadi orang yang tangguh di kemudian hari. Atau mungkin nasehat anak-anak kita belum mampu meluluhkan hati kita, maka ingatlah selalu nasehat ini, Aku berkata; Ya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam berwasiat kepadaku. Beliau bersabda; ‘Jangan menjadi pemarah’. Maka berkata seseorang; ‘Maka aku pikirkan apa yang beliau sabdakan, ternyata pada sifat pemarah itu terkumpul seluruh kejelekan’. (HR Imam Ahmad) Marah yang efektif adalah marah tanpa emosi. Menunjukkan ketegasan, namun tetap dengan memperhatikan psikologis anak. Mendidik anak dengan cara marah baru boleh dilakukan setelah upaya peringatan yang lain telah diupayakan terlebih dahulu.

Orangtua boleh marah setelah memastikan dirinya terbebas dari masalah diri sendiri.

“Bun,…jangan marah ya…tadi aku menjatuhkan televisi.” Itu pengakuan anak kedua saya yang berumur 8 tahun beberapa hari yang lalu. Saya tersenyum dan memintanya menunggu jawaban dari saya untuknya beberapa saat lagi, karena saya ingin membebaskan diri saya dari masalah saya sendiri, bahwa saya sangat capek hari itu dan harus segera berangkat mengisi acara Bedah Buku untuk Guru-guru POS PAUD. Maka saya juga harus berpikir cepat memberinya konsekuensi logis atas perbuatannya.

Hmmm…..menahan marah sungguh indah janji yang Allah berikan pada saya begitu saya bisa melakukan itu. Dan saya mengiang-ngiangkan nasehat Rasulullah di atas sambil membayangkan saya mendengarkannya sendiri dari lisan beliau. Duh,….saya memandang wajah polos itu dan memeluknya sambil berkata, “Lain kali kamu pasti bisa lebih berhati-hati, dan menuruti nasehat bunda, setelah ini rapikan kembali ruangannya dan bereskan yang tercecer, lalu mintalah maaf pada semua saudaramu dan kepada Ayah juga, karena setelah ini kita semua tidak bisa menonton televisi lagi.”

Lalu, adakah nasehat yang lebih baik daripada menasehati diri sendiri? Mengapa tidak kita jadikan momen-momen berharga bersama anak-anak kita, adalah saat-saat kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi dari hari kehari. Bersama anak-anak, sungguh membuat jiwa kita terasah kelembutannya. Teruslah lantunkan doa; “Duhai Allah, jadikanlah anak-anak kami penyejuk mata kami, jadikanlah mereka jalan lempang kami menuju surgaMu dengan menjaga amanah terbaik milik kami. Bantu kami ya Allah, menjadi ibu-ibu yang terpancar teladan dan kebaikan untuk mereka anak-anak titipanMU.” Amiiin.

Jan’12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar