Kamis, 20 September 2012

Ketika Cinta Harus Ummi


KETIKA CINTA HARUS UMMI
(Lenny Oktaviana Dewi, S.Pd)

                Suatu hari, saya begitu terusik dengan pertanyaan putraku yang ketiga…,”Ummi, besok aku menikahnya dengan siapa ya?”
“Hmm…., “jawabku tak acuh tanpa melihatnya. Terus terang saya agak kaget dan tak mau putraku melihat ekspresi  umminya waktu itu.
“Bagaimana kalau dengan ….(menyebutkan salah satu teman bermainnya sejak TK yang sekarang menjadi temannya di SD juga)”
Sambil menata hati dan mencoba berpikir cepat mencari jawaban untuknya, saya mulai mencari bola matanya yang begitu polos dan berpijar gemerlap. “Bagaimana, kalau kakak sekolah dulu yang pinter kemudian jadi mujahid kaya Abi, terus nanti insyaallah kalau Allah berkenan , kakak minta sama Allah, berdoa sungguh-sungguh supaya dipertemukan Allah “teman” yang buuaaaiiiik sekali yang mau menemani kakak sampai negeri akherat.” jawabku diplomatis.
                “Berarti masih lama ya Mi….harus dewasa dulu kaya Abi sama Ummi,” tanyanya kemudian.
“Ya sayang…., karena menikah itu adalah sebuah pekerjaan yang besar. Dan semua akan  dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak. Makanya yang mau menikah harus tahu dulu mana yang boleh dan mana yang tidak boleh, mana yang baik dan mana yang buruk. Yang jelas, kakak harus banyak belajar dulu.” ujarku kemudian. Kulihat  si Kakak  terbengong-bengong mencoba mencerna petuahku.
“Eh,….memangnya kenapa sih, kok Kakak tiba-tiba pingin nikah? Masih SD lagi…” tanyaku penuh selidik.
“Ehm,….soalnya aku pingin nanti ajak anak-anakku jalan-jalan ke Pasar Minggu.” jawabnya malu-malu.
Walah….walah, aku pun terbahak mendengar jawabannya yang lugas itu. Wong pingin minta jalan-jalan aja kok mikirnya kreatif banget. Ah, indahnya bercengkerama dengan anak-anak.
                Sesaat setelah itu, saya pun mulai membayangkan jika anak-anak sudah dewasa nanti. Dari retiap perbincangan yang kuikuti dan amati mereka sudah mulai berbicara malu-malu jika menyangkut teman perempuan baik di sekolah atau di lingkungan bermainnya. Saya tidak mau berpikir terlalu jauh tentang ini. Ah, biasa anak-anak… selalu begitu. Saya akan berkomentar ketika sudah mulai menjurus agak jauh, meluruskan jika mereka terlalu asyik dengan topik itu. Atau melerainya ketika akhrnya ada yang marah dan tersinggung karena “si dia”
Lalu perlahan, ketika saatnya mereka sudah “adem” saya bercerita tentang kisah sahabat yang bertanya pada Rasulullah saw :
,Ya Rasulallah, siapakah orang yang lebih berhak dengan kebaikanku?”
Jawab Rasulullah, “Ibumu.”
Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Jawabnya, “Ibumu.”
Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Jawabnya, “Ibumu.”
Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Jawabnya, “Ayahmu.”
Kupandangi wajah mereka satu persatu, di dalam hati aku bergumam, Masyaallah apakah aku akan kehilangan mereka setelah mereka menemukan tambatan hati dan menikah? Seperti inikah hati Ibuku dulu saat aku dipinang Abinya?
Egoku pun berbicara, bukankah aku ibunya lebih berhak atasnya, karena telah mengandung, melahirkan dan membesarkannya selama ini….Yah, ternyata aku pun cemburu pada anak-anakku. Lalu, kujelaskan perlahan, bahwa jika sudah tiba saatnya Allah akan menunjukkan siapa pendamping hidup kita kelak, yang sudah ditentukan jauh sebelum kita lahir tentang jodoh, rezeki, hidup dan mati. Ummi hanya bisa mendoakan Allah berikan yang terbaik untuk anak-anak Ummi. Karena Ummi yakin, laki-laki yang baik pasti untuk wanita yang baik. Dan laki-laki yang buruk untuk wanita yang buruk juga. Serta sebaliknya. Maka tugas Ummi dan Abi sekarang adalah mengantarkan anak-anak mencintai Allah dan Rasulnya terlebih dulu, insyaallah cinta kepada “teman” tadi akan mengikuti kemudian. Mencintai pasangan setelah mencintai Allah, Rasul dan jihad di jalanNya.
Hmmm…..pelajaran hari itu sementara cukup, saya yakin, seiring berjalannya waktu, ketika perlahan mereka tumbuh dewasa, pertanyaan yang lebih rumit pasti akan mencercaku…dan semoga saya sudah punya jawaban saat itu. Sebagai orang tua betapa inginnya anak-anak selalu bertanya padaku, agar tidak salah mereka mendapat jawaban. Aku ingin anak-anak terbuka dan mencurahkan seluruh isi hatinya pada aku, ibunya, agar aku bisa tetap menjaganya dan merasakan cintanya padaku. Sehingga aku tidak perlu cemburu.
Ya Allah, ijinkan kami mendapatkan keberkahan dengan hadirnya anak-anak penyejuk mata kami kedua orang tuanya. Aamiiin.
 


@Ode, Sept’12






Selasa, 15 Mei 2012

Bahagia Saat Hamil (kelima)


Bahagia Saat Hamil
(Lenny Oktaviana Dewi, S.Pd)
Tak terasa usia kehamilan ke lima sudah memasuki bulan ke tujuh. Tidak seperti ke empat kakak-kakaknya, kehamilan yang sekarang terasa berbeda. Selain karena jarak kehamilan yang sekarang lebih panjang daripada sebelumnya, persiapan yang saya butuhkan untuk kehamilan kelima ini juga tidak seheboh sebelumnya. Saya lebih terkesan santai dan PeDe.
                Kehamilan menjadi saat-saat yang sangat ditunggu pasangan suami istri. Kehamilan juga pertanda datangnya berkah dari Allah SWT. Maka menjalaninya adalah menikmati keberkahan hidup demi kebahagiaan negeri Akherat. Menarik nafasnya adalah saat merasakan semakin sesak dan terengah-engah bulan demi bulannya. Perjalanan yang semakin terseok terbawa beban yang semakin memberat bulan demi bulannya. Kalau bukan karena motivasi tengah meniti setapak SyurgaNYa, tentu amatlah berat terasa.
                Allah SWT berfirman, yang artinya, “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya. Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku tunjukkanlah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau Ridhai, berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Al Ahqaf:15)
                Merasakan dan mentafakuri, sekelebat perasaan serupa tengah dirasa oleh ibunda tercinta saat mengandung dan membesarkan kita. Sekeluh itulah mungkin ibu saat terlewat mengandung dan membesarkan kita dahulu. Maka segeralah meneleponnya dan sampaikan rasa cinta dan terus berharap doa dan restunya. Dan bersegeralah tengadahkan tangan menderas doa untuknya, andai beliau telah tiada.

                Inilah saatnya berlatih kesabaran. Allah berfirman, yang artinya; “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang ibu bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKU dan kepada kedua ibu bapakmu, hanya kepadaKu lah kembalimu.” (Luqman:14)
                Merasakan kandungan yang semakin terasa berat dan badan yang semakin lemah, inilah saatnya bergembira karena jihad yang sebenarnya telah dimulai. Saatnya untuk menguatkan mental dan pikiran. Perbanyak menyebut namaNya dan menambahkan helai demi helai kesabaran. Ini baru kehamilan, dan insyaallah perjuangan masih panjang. Pergerakan si kecil dalam rahim akan menghibur dan memberi rasa rindu untuk segera bersua.
                Nah, bulan semakin bertambah, saat-saat akhir kehamilan menjelang persalinan telah menanti. Yakinkan kondisi ibu benar-benar  fit dan prima untuk siapkan jihad besar melahirkan jabang bayi. Inilah beberapa hal yang bisa ibu lakukan untuk memperkuat mental dan fisik jelang persalinan;
1.       Memperbanyak Shalat Sunah
Selain semakin mendekatkan diri kepada Allah, gerakan sholat akan melancarkan peredaran darah, menguatkan otot dan tulang, serta perbaikan pernafasan. Secara khusus otot jantung akan semakin kuat,menormalkan tekanan darah, dan menguatkan paru-paru.
2.       Memperlama sujud
Posisi sujud menjadikan kita semakin dekat dengan Allah. Perbanyaklah doa dan perpanjang untainya. Mohonkan dan keluhkan segala kesah kita. Insyaallah terijabah dengan keikhlasan kita. Sikap sujud juga lebih memperlancar aliran darah menuju otak sehingga pusat kesadaran dan kemampuan berpikir kita akan semakin baik. Bagi janin juga bisa membuat ia lebih cerdas dan lincah.
3.       Memperlama  Dzikir
Berdzikirlah dengan mengucapkan kalimat thoyyibah sepenuh yakin, fokus dan serius. Al Asmaul Husna yang kita baca akan mengantarkan pada pikiran yang khusyuk.
4.       Merasakan kehadiran Allah
Dzikir mendatangkan ketenangan dan percaya diri selama kehamilan dan saat-saat kritis menghadapi persalinan nanti. Allah berfirman: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata,”Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Ali Imran:191)
5.       Memperbanyak Doa
Efeknya sangat baik untuk kesehatan dan kecerdasan ibu maupun jabang bayi dalam kandungan. Doa memperbaiki motivasi, rasa percaya diri, emosi dan kejiwaan.
6.       Tawakal ketika Detik-detik Persalinan
Berserah diri dan bertawakal penuh kepada Allah saat-saat merasakan mulas atau sakit sekitar perut. “Cukuplah Allah bagiku; tiada Tuhan selain Dia. Hanya kepadaNya aku bertawakal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung.” (At Taubah: 129)


Alhamdulillah wa syukurillah, begitu si kecil lahir tetaplah berdoa. Ucapkan salam, cium dan telungkupkan di dada ibu. Biarkan ia merangkak dan mencari rezeki pertamanya di dunia ini, ASI yang suci dan mulia dari Allah. Mohonlah kepada Allah agar ia diberi perlindungan dari segala keburukan dan kelak menjadi keturunan yang menyenangkan.
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa. “ (Al Furqon:74)

@Ode, Apr’12

Senin, 20 Februari 2012

Bahaya Buruk Sangka


Bahaya Buruk Sangka
(Lenny Oktaviana Dewi, S.Pd)
                Pernahkah ada saat kita merasa pertolongan Allah itu tidak kunjung datang menghampiri kita? Atau kegelisahan hati yang tak jua reda. Meredam jiwa dengan berbagai cara, tapi beban yang menghimpit tak jua sirna. Hari-hari terasa panjang dan membosankan, meniti detik dan menit tersiksa batin. Memandang dunia begitu menghimpit, langit seakan runtuh, bumi enggan dipijak dan alam panas membara tak ada semilir kesejukan yang meniup bahagia. Waspadalah, mungkin kita telah salah maletakkan prasangka…..
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamuyang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertaqwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.”  (QS. Al Hujuraat:12)
                Mungkin, kita telah mencicip bangkai, Naudzubillah… lisan kita tersandung gunjing. Membicarakan aib sesama. Terus berlanjut, karena renyah memang membicarakan kekurangan orang lain. Apalagi orang yang kita anggap pesaing kita. Astaghfirullah…. Rasulullah sendiri yang mewanti-wanti agar kita menjauhi gunjing, karena ia lebih hina dari zina. Kalau pelaku zina Allah langsung menerima tobatnya, maka penggunjing harus meminta keridhoan orang yang digunjing.
                Maka tafakurlah sejenak, inilah saat kita perbaiki kualitas diri lebih baik lagi dari jejak kemarin. Menata lisan agar tidak tergelincir, menata hati agar terpadu fikir. Betapa gunjing, ghibah, dan buruk sangka menjadikan siksa batin dan jiwa. Menghalangi langkah lempang kita menuju bahagia dunia dan negeri akherat.
Inilah dampak yang akan terasa:
1.       Jauh dari kasih sayang Allah
Kasih sayang Allah adalah segala-galanya. Maka betapa meruginya kita yang kehilangannya. Betapa mengerikan membayangkan Allah tak lagi berpihak pada kita. Betapa menyedihkan hidup kita tanpa kasih sayangNya. Betapa Arrahman dan Arrahiimnya perlahan tapi pasti tak lagi kita rasakan dalam hari-hari kita. Maka wajarlah, pertolongan itu tak kunjung menghampiri. Sempit dada dan gelisah batin meski dunia ada dalam genggamannya.
2.       Malaikat enggan berkawan dengannya
Masih teringat nasihat Ali Mutawali Ali kepada para perempuan, agar kita merasakan kebersamaan malaikat? Diantaranya beliau berpesan agar kita memiliki budi pekerti yang mulia berkat ketenangan, toleransi , suka memaafkan, kasih sayang dan ketaqwaan. Maka insyaallah malaikat akan berkawan. Tapi sebaliknya, bila jiwa kita mudah menyalahkan, memandang buruk kebaikan, terparah prasangka terkotor nista, maka malaikat akan enggan berkawan.
3.       Terlepasnya badan dengan nyawa terasa pedih
Rasulullah merasakan sakit saat sakaratul maut, dan beliau rela merasakannya asal umatnya tidak merasakan seperti yang beliau rasakan. Padahal beliau adalah orang yang terampuni segala dosa, terjamin syurga dan kebahagiaan negeri akherat. Tapi lihatlah detik-detik terakhir kehidupan beliau di dunia, begitu khawatirnya beliau membayangkan umatnya yang bergelimang dosa, terasa sakit dan pedih saat badan terpisah dengan nyawa.  Ummatii…..ummatii…. Maka jauhilah prasangka yang menjurus ghibah dan gunjing yang tiada habis menyiksa batin.
4.       Terjerumus ke dalam neraka
Mengapa harus menjalani derita tak tertanggung di negeri keabadian? Marilah berlindung kepadaNya, terjauhkan siksa abadi, menderita batin lebih parah lagi. Naudzubillahi min dzalika…. Sederhana tapi menyiksa.
5.       Jauh dari Syurga
Mengetuk pintu syurga dengan ghibah dan buruk sangka? Nanti dulu,…jangankan mengetuknya, mendekatinya pun belum tentu. Jalannya tertutup rapat untuk para penggunjing, penyebar fitnah dan penikmat ghibah. Maaf….silahkan lewat. Betapa ruginya kita.
6.       Merasakan beratnya siksa kubur
Menanti tertiup sangkakala saat hari perhitungan tiba yang terasa menyiksa. Setiap hari terhantam gada dan palu malaikat penjaga kubur. Badan hancur dikandung tanah, jiwa teraniaya, sakit tiada terkira. Akibat dosa yang tak jua kita menyadarinya. Semudah lisan menggunjing dan hati berprasangka, semudah itu pula malaikat menyiksa. Menghimpit kubur dan menggelontor dera. Naudzubillahi min dzalika….
7.       Kehilangan amal baiknya di dunia karena terhapus dosa ghibah
Kelak ada orang yang menerima kitab amal baiknya padahal dia tidak pernah melakukannya. Ternyata setelah ditanyakan, nyatalah bahwa,” Ini adalah amal orang-orang yang menggunjingmu ….”
Hasan Al Basri bahkan pernah memberikan suguhan senampan penuh kepada orang-orang yang menggunjingnya. Ia berterima kasih, karena bertambahlah amal baiknya atas gunjingan orang lain.
8.       Jiwa Nabi SAW sakit akan ghibah
Betapa Nabi SAW menyanyangi kita umatnya. Dan relakah kita menyakitinya, karena rapuhnya lisan kita mengekang hawa nafsu. Tersungkur malu, jiwa yang khianat mengaku mencintainya tetapi tak terkendali mengekang batin dari buruknya sangka dan renyahnya dusta.
9.       Allah marah kepadanya
Kalau Allah marah, marahlah seluruh penduduk langit dan bumi. Kemana lagi kita kan sembunyi. Sedangkan semua adalah kepunyaanNya. Mampukah kita menanggung derita, atas perbuatan kita sendiri?
10.   Menipis amal baiknya di hadapan Allah saat akan mendekati  mizan
Apa lagi yang akan kita banggakan di hadapan Allah. Amal baik yang hanya secuil itu harus tergerogoti satu-satu karena terhapus oleh dusta lisan kita. Gunjing, ghibah, namimah, dan buruk sangka, menipiskan amal kebaikan yang sudah susah payah kita membangunnya.  Relakah dirimu, mengikuti segolongan orang. Mereka membawa bekal sedangkan tanganmu hampa.

Sekali lagi, tafakurlah sejenak mengingat diri,”Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan)perempuan yang lain. (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan-perempuan  (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk (panggilan) adalah panggilan yang buruk (fasik), setelah beriman. Dan barang siapa yang tidak bertobat, maka itulah orang-orang yang dzolim. (QS. Al Hujuraat: 11)
Lalu nasehat mana lagi yang akan kita ikuti, selain pengingat dari Allah Rabbul Izzati? Masihkah mudahkan diri, terlepas kendali mengekang lisan dan menjaga hati. Singkirkan nafsu baikkan budi. Mari kita mulai….!





Malang, Feb 12



Minggu, 12 Februari 2012

Semangat Pagi Bunda Hebat

Assalamualaikum...Selamat pagi.Ayo semangat....Pagi ini jadwalnya full sampai petang. Jadi harus jaga semangat terutama stamina. Bunda Hebat harus siap siaga, karena tugas kita full lho. Persiapan ruhiyah, fikriyah dan tentu saja jasadiyah. Alhamdulillah bersyukurlah yang bisa bangun tadi malam untuk qiyamullail lanjut dengan tilawah satu juz, jamaah ke masjid dan dzikir. Semoga bisa jadi bahan bakar energi full semangat hari ini. 

Kamis, 09 Februari 2012

Bun,.....Jangan Marah ya....

“Bun,…..Jangan Marah ya…”

(Lenny Oktaviana Dewi, S.Pd)

Dalam sebuah sesi pelatihan parenting, sang Trainer bertanya kepada peserta yang hadir,” Siapa yang hari ini sudah marah pada putranya?”

Maka terangkatlah beberapa tangan malu-malu dari deretan peserta yang hadir. “Alhamdulillah, saya sedang berhadapan dengan orang-orang yang normal,” ujar sang Trainer kemudian. Dan meledaklah tawa peserta menyusul tanggapan trainer tersebut.

Marah adalah emosi spontanitas yang muncul ketika terjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan dan kebutuhan kita

Marah bisa menjadi positif ketika bertujuan mempertahankan kebenaran dan mengajarkan kebaikan

Marah pun bisa menjadi negatif jika hanya karena memperturutkan hawa nafsu dan emosi

Marah negatif harus ditekan dan dihilangkan, sementara Marah positif disalurkan dengan cara yang efektif (Irawati Istadi dalam bukunya Ayo Marah)

Menurut beberapa hasil penelitian, karakter kita yang sekarang terbentuk sebagai hasil dari apa yang kita alami di lima tahun awal kehidupan kita. Dan karakter pemarah bukan diperoleh dari keturunan, tetapi di pelajari otak dari pengasuhan dan pembiasaan.

Masih menurut penelitian di Amerika kepada 500 responden yang semasa bayinya mendapatkan pola pengasuhan yang baik, dalam arti mendapatkan kasih sayang, kelembutan dari orang tuanya, maka setelah 30 tahun kemudian didapati bahwa mereka adalah pribadi-pribadi yang mampu mengatasi persoalan hidupnya, mampu mengelola kecemasan dan emosi negatifnya dengan lebih baik.

Seandainya kita mau sedikit saja mengingat dan mengiang-ngiangkannya di telinga kita sabda Rasulullah SAW, “Orang kuat itu bukanlah orang yang menang dalam gulat tetapi orang yang kuat adalah yang mampu menahan nafsu amarahnya. (HR Bukhari Muslim) Insyaallah, semoga kita termasuk orang-orang yang bersegera dalam ampunan Allah dan kepada surgaNya yang seluas langit dan bumi yang diperuntukkan bagi orang-orang yang bertaqwa, yaitu diantaranya yang mampu menahan amarahnya, seperti dalam firmanNya di dalam Surat Ali Imron ayat 133-134.

Mar’ah Sholihah, menjalani peran sebagai ibu bagi anak-anak kita atau pendidik untuk murid-murid kita baik disekolah maupun anak-anak disekitar kita adalah peran yang sangat membahagiakan. Seringkali motivasi terbesar kita adalah mengalirkan ilmu kebaikan yang kita sudah dapat baik di bangku sekolah kita atau dari tadabur dan tafakur kita. Karena pahala yang Allah janjikan tak kan putus bagi ilmu yang bermanfaat setelah anak yang sholih dan sedekah jariyah. Hati yang selalu bersyukur, pasangan hidup yang sholih, anak yang yang sholih dan berbakti, lingkungan yang kondusif, harta yang halal, bersemangat memahami ilmu agama dan umur yang barakah adalah indikator kebahagiaan dunia.Maka nasehat anak-anak kita seperti judul di atas cukuplah untuk menjadi pengingat kita, “Bun,…jangan marah ya…!” karena anak-anak kita berhak mendapatkan lingkungan dan suasana yang membuatnya menjadi orang yang tangguh di kemudian hari. Atau mungkin nasehat anak-anak kita belum mampu meluluhkan hati kita, maka ingatlah selalu nasehat ini, Aku berkata; Ya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam berwasiat kepadaku. Beliau bersabda; ‘Jangan menjadi pemarah’. Maka berkata seseorang; ‘Maka aku pikirkan apa yang beliau sabdakan, ternyata pada sifat pemarah itu terkumpul seluruh kejelekan’. (HR Imam Ahmad) Marah yang efektif adalah marah tanpa emosi. Menunjukkan ketegasan, namun tetap dengan memperhatikan psikologis anak. Mendidik anak dengan cara marah baru boleh dilakukan setelah upaya peringatan yang lain telah diupayakan terlebih dahulu.

Orangtua boleh marah setelah memastikan dirinya terbebas dari masalah diri sendiri.

“Bun,…jangan marah ya…tadi aku menjatuhkan televisi.” Itu pengakuan anak kedua saya yang berumur 8 tahun beberapa hari yang lalu. Saya tersenyum dan memintanya menunggu jawaban dari saya untuknya beberapa saat lagi, karena saya ingin membebaskan diri saya dari masalah saya sendiri, bahwa saya sangat capek hari itu dan harus segera berangkat mengisi acara Bedah Buku untuk Guru-guru POS PAUD. Maka saya juga harus berpikir cepat memberinya konsekuensi logis atas perbuatannya.

Hmmm…..menahan marah sungguh indah janji yang Allah berikan pada saya begitu saya bisa melakukan itu. Dan saya mengiang-ngiangkan nasehat Rasulullah di atas sambil membayangkan saya mendengarkannya sendiri dari lisan beliau. Duh,….saya memandang wajah polos itu dan memeluknya sambil berkata, “Lain kali kamu pasti bisa lebih berhati-hati, dan menuruti nasehat bunda, setelah ini rapikan kembali ruangannya dan bereskan yang tercecer, lalu mintalah maaf pada semua saudaramu dan kepada Ayah juga, karena setelah ini kita semua tidak bisa menonton televisi lagi.”

Lalu, adakah nasehat yang lebih baik daripada menasehati diri sendiri? Mengapa tidak kita jadikan momen-momen berharga bersama anak-anak kita, adalah saat-saat kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi dari hari kehari. Bersama anak-anak, sungguh membuat jiwa kita terasah kelembutannya. Teruslah lantunkan doa; “Duhai Allah, jadikanlah anak-anak kami penyejuk mata kami, jadikanlah mereka jalan lempang kami menuju surgaMu dengan menjaga amanah terbaik milik kami. Bantu kami ya Allah, menjadi ibu-ibu yang terpancar teladan dan kebaikan untuk mereka anak-anak titipanMU.” Amiiin.

Jan’12

Selasa, 07 Februari 2012

AGAR CINTA TIDAK GOMBAL

(Lenny Oktaviana Dewi, S,Pd)

Wah, sudah jelang bulan Februari nih. Biasanya seantero dunia berubah menjadi satu warna saja….yaitu pink, merah jambu, merah agak-agak ungu atau merah sendu. Warna yang lain, mana laku. Kuning merana, hijau apalagi. Paling sedikit biasanya nyempil di sela-sela si merah jambu. Hitam paling tabu bertamu, apalagi abu-abu dan biru. Seolah kehadiran mereka hanya menjadikan rusaknya suasana dan muramnya dunia.

Cinta, kasih sayang dan merah jambu menjadi topik perbincangan paling seru di bulan Februari. Dari pesta-pesta, ajang ngerumpi, sampai yang berbau intelek semacam seminar, talk show atau bedah buku. Seakan semua tak mau ketinggalan membahas tema ini. Sebetulnya apa sih yang menarik dari tema besar itu? Cinta dan Kasih sayang yang tengah menjadi buah bibir terutama di bibir-bibir gadis-gadis belia seluruh dunia?

Kasih sayang atau dalam bahasa Arabnya disebut Al Mahabbah makna asalnya adalah bening dan bersih. Sebab bangsa Arab menyebut istilah bening ini untuk gigi yang putih. Ada pendapat lain, yang diambilkan dari kata al habab, yaitu air yang meluap setelah turun hujan yang lebat. Dari sini dapat diartikan bahwa al mahabbah adalah luapan hati dan gejolaknya saat dirundung keinginan untuk bertemu dengan sang kekasih. Ada pula yang mengartikannya tenang dan teguh, seperti onta yang tenang dan tidak mau bangun lagi setelah menderum. Jadi, seakan-akan orang yang mencintai itu telah mantap hatinya terhadap orang yang dicintai dan tidak terbetik untuk beralih darinya. Tapi ada pula yang justru mengartikan sebaliknya, yaitu gundah yang tidah tetap.

Maka lihatlah, para gadis itu…menjelang bulan sakral ini yang belum punya kekasih, atau sudah ada incaran tapi bingung nunggu reaksi dari incarannya, pasti gelisah tak menentu. Malam terasa panjang, siang begitu membosankan. Sore apalagi, terasa menjemukan. Teh terasa jamu, coklat membikin linu. Menanti kepastian yang tak pasti, ujung yang tak berawal, pangkal yang tak berujung. Gundah yang tidak tetap, itulah cinta.

Yang sudah berpasangan, terbawa gundah pula tampaknya. Memilih baju satu lemari seperti tampak satu toko. Belum sepatu, parfum, tas, pita, bandana, anting dan gelang kaki. Takut tidak serasi, tidak matcing lebih-lebih bila bertemu untuk ngedate esok hari dengan si dia. Gelisah yang menyenangkan, gundah yang menggairahkan. Alangkah indahnya, jika perasaan itu berujung pada kebahagiaan yang abadi. Cinta dan Kasih Sayang yang akan kita bawa sampai mati. Kekasih sejati, yang cintaNya tidak berpatok pada Februari, tapi bergulir terus sepanjang hari sampai ujung akherat nanti. Senantiasa berharap dan memendam rindu yang menggelora akan perjumpaan denganNya. “Barang siapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu pasti datang “ (Al Ankabut: 5)

Seorang ulama berkata, “Tatkala Allah mengetahui kerinduan orang-orang yang ingin bertemu denganNya, maka Dia membuat janji pertemuan untuk menenangkan hati mereka.” Inilah kerinduan sesungguhnya yang menggairahkan. Tidak palsu dan tidak semu. Tidak terbatas ruang dan waktu.

Maka masihkah kita perlu, untuk memuja cinta palsu. Cinta yang hanya membuat kita pilu. Karena tak berbalas selain janji palsu. Kekasih mati, matilah cintanya. Cinta monyet apalagi, cintanya pergi tinggallah monyetnya….”Dan, adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.” (An Naziat: 40-41) Kita bisa hadirkan surga di dunia ini asal kita mau bercinta kepadaNya. Maka inilah kiat-kiat bercinta karena dan untuk Allah SWT. Agar cinta kita tidak segombal cinta merah jambu.

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sholatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali kepada istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tida tercela. Barang siapa yang mencari di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. “ (Al Mukminun: 1-7)

Inilah motivasi terbesar kita, menjadi orang-orang yang beruntung. Agar selanjutnya perkataan dan perbuatan kita tidak sia-sia.

Pertama sekali, yakinlah sedalam hati Allah pemilik cinta abadi. Cintanya tak pernah berpaling ke lain hati. Hanya Dia yang cintanya kita bawa mati, bersua lagi di negeri abadi. Ingatlah janjinya tak pernah palsu, “Sesungguhnya Allah tak pernah menyalahi janji” Kecemburuannya, apabila kita menduakannya. Mencari tandingan selainnya. Siapakah yang bisa menandinginya. Dia punya segalanya, langit dan bumi serta isinya. Maka penuhilah bilik hatimu dengan Mahabbah kepadaNya. Gelisah dan memendam rindu yang menggebu. Menanti pujaan bertabur kebahagiaan. Buktikanlah dengan cintamu, agar CintaNya menjadi kan pula milikmu:

1. Hujamkan pandangan mata, kerlingkan untuk menatap sujud padaNya. Memandang kagum ke Maha anNya. Maka kita tak akan sudi lagi memandang selainNya.

2. Malu-malulah jika Dia memandangmu. Untuk itu pandanglah hanya ke bawah, ke permukaan tanah. Tempat tersungkur hina jiwa kita. Sungkan dan malu terlingkup rasa Dia terAgung sepanjang masa. “Penglihatan (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.” (An Najm: 17) Ini merupakan gambaran adab. Pandangan tidak boleh beralih-alih, apalagi saat kita khusyukkan sholat. Berdiri tegap, menundukkan kepala dan mengarahkan pandangannya ke tempat sujud.

3. Banyaklah mengingat yang kita cintai, membicarakan dan menyebut namaNya. Siapa yang mencintai sesuatu, tentu dia banyak mengingatnya. Dengan hati, maupun menyebut dengan lidah. “Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kalian dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kalian beruntung.” (Al Anfal: 45) Penyebutan yang paling baik adalah yang keluar dari cinta. Sebutlah banyak-banyak Asmanya, panggillah dalam segala rasa, dalam suka ataupun duka. Dia Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

4. Tunduklah pada perintah kekasih kita dan mendahulukannya daripada kepentingan diri sendiri. Bersegeralah memenuhi panggilanNya, tanpa tunggu dulu.

5. Bersabarlah terhadap ujianNya. Yakinlah bahwa Dia ingin mengetahui sejauh mana kadar cintamu.

6. Cintailah tempat dan rumahNya. Kunjungilah selalu masjidNya. “Dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thawaf” ( Al Hajj: 26)

7. Mencintai apa yang dicintaiNya.

8. Kaget dan gemetar tatkala berhadapan.Mengurai khauf (takut) dan roja’ (harap) kita saat mengadu padaNya. Takutkan Ketidak ridhoannNya dan harapkan Kasih sayang dan pengampunanNya.

9. Berkorban sepenuh keridhoan.

10. Sukalah menyendiri. Berkhalwat, memadu kasih denganNya.

Maka adakah kenikmatan selain kenikmatan bercinta denganNya. Menjaminkan surga dan kebahagiaan hakiki. Tak perlu menunggu waktu untuk mengungkap rindu, memerah jambukan hati apalagi menyebut nista duniawi. Di hadapanNya hanyalah para perindu surga. Yang berebut cinta tanpa gombal apalagi habiskan pulsa. Chemistri milik orang berhati, karena Allah pemilik hati ini.

Malang, jan’12