Selasa, 19 November 2013

Resensi Buku


  

Menjadi Guru Inspiratif, Menyemai Bibit Bangsa

Oleh: Lenny Oktaviana Dewi, S.Pd
  (Guru SDIT Insan Permata Malang)

Judul Buku      : Menjadi Guru Inspiratif, Menyemai Bibit Bangsa
No. ISBN         : 978-602-8811-80-4
Penulis             : A. Fuadi, dkk
Penerbit           : Penerbit Bentang (PT Bentang Pustaka)
Tebal Buku      : + 186 halaman
Tahun Terbit    : Desember 2012
Kategori          : Fiksi


Tentang para Penulis :
Rahman Adi Pradana, biasa dipanggil Adi, adalah alumni Pengajar Muda dari Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar. Adi ditempatkan selama satu tahun untuk mengajar di SDN Indong, Desa Indong, Pulau Mandioli, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara pada 2010-2011 lalu. Adi sempat bekerja di dua perusahaan multinasional setelah lulus. Saat ini Adi bekerja sebagai staf di salah satu Unit Kerja Presiden.

Rakhmawati Agustina, lahir di Semarang pada 8 Agustus 1989. Anak kedua dari tiga bersaudara ini memiliki hobi membaca dan menulis. Saat ini Rakhma tinggal di Jln. Parang Baris 8 No.10 Perumnas Tlogosari-Semarang, Jawa Tengah. Penulis sangat terinspirasi oleh Penulis buku dan penyanyi Dewi “Dee” Lestari.

Faradhilla Ayu Rahma Dhevi, dengan nama pena Faradhilla Dhevi, lahir di Tulungagung, 11 Februari 1992. Putri pertama dari pasangan Bapak Suhardi dan Ibu Wassilatu Rohima. Meski berstatus sebagai mahasiswi Farmasi, kecintaan terhadap satra membuat Fara tak berhenti bermimpi untuk menjadi penulis.

Muhammad Al Aliy Bachrun masih tercatat sebagai mahasiswa aktif di Institut Studi Islam Darussalam Gontor (ISID) pada Fakultas Syari’ah Program Studi Perbandingan Madzhab dan Hukum (PMH). Pria kelahiran 10 Juni 1991 ini pecinta traveling dan nonton film. Saat ini tinggal di Kompleks Pondok Modern Darussalam Gontor 1 Ponorogo, Jawa Timur

Sofa Nurdiyanti adalah Sarjana Psikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Nur pernah aktif dalam LPM “Eksis” dan anggota jurnalistik di FKM BUDI UTAMA. Setelah lulus dari Universitas Sanata Dharma pada 2010, Nur mendapat beastudi Sekolah guru Indonesia (SGI) dari Dhompet Dhuafa dan ditempatkan sebagai guru di Surabaya salama satu tahun. Ia kini kembali menjalani profesi sebagai guru di Smart School Al Haamidiyah, Jakarta Selatan.

Alita Soeyadi adalah nama pena dari Alita Endah Susanti. Kelahiran Surabaya, 5 Oktober 1980. Sedang menempuh S-2 pada Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini. Disela-sela kuliah, ia masih aktif menulis untuk berbagai media.

Rosmery Ashalba adalah nama pena dari Rosi Meiliani, bermukim di Worcester Inggris. Penulis telah menghasilkan belasan buku antologi dan puluhan tulisan yang dimuat di media cetak, berupa tulisan perjalanan, opini, artikel, dan parenting.

Nabila Anwar, lahir dan tumbuh di Kediri. Menikmati pendidikan akhir di P3HM Lirboyo Kota Kediri. Saat ini menyibukkan diri dengan kegiatan literer dan mengabdi di Yayasan Al-Amin Kediri. Runway Days, novel pertamanya, diterbitkan oleh Bentang Belia.

Siswiyantisugi hingga saat ini masih setia mengajar bahasa Indonesia di sebuah bimbingan belajar yang berkantor pusat di Kota Bandung. Mengajar, menulis dan traveling membuat hidupnya terasa lebih hidup. Beberapa buku antologinya yang sudah terbit; A Cup of Tea Single Mom (Stiletto Book,2011), Storycake for Ramadhan (GPU, 2011), Baby Traveller (Delasarfa Books, 2011), Happy Mom (Elex Media, 2012)

Dewi Yuliasari (Dee ‘d Barry) adalah seorang ibu dari Al-Farrel, Al-Fahsya, Aleesha, dan Almeera, sekaligus “a born teacher” yang mendedikasikan hidupnya untuk melihat senyum keberhasilan para anak didiknya.

Dwi Yulianti, penulis kelahiran Banjarnegara, 20 Juli 1978. Dulu pernah kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta Jurusan Pendidikan Fisika. Beberapa cerpennya pernah dimuat di majalah sejak 1990-an. Saat ini penulis tinggal di Perumahan Pesona Merapi Asri No A1, Tegalyoso, Klaten Selatan, Klaten.

Febi Mutia, lahir di Banda Aceh, 4 Februari 1987. Penulis menghabiskan masa sekolah di Banda Aceh dan mulai gemar membaca dan menulis sejak usia Sekolah Dasar. Lalu merantau ke Bandung pada 2004 demi menempuh studi di Teknik Pertambangan ITB. Kini sedang melanjutkan studi master di Universitat Gottingen, Jerman.

Taufiqa Hidayati (Fiqa), lahir di Jakarta, 32 Oktober 1992. Perempuan yang pernah menjadi juara favorit penulisan artikel internet cerdas ingkat nasional oleh Komunitas ICI ini, kini melanjutkan pendidikan di Poltekkes Kemenkes Jakarta III Program Studi Kebidanan Cipto Mangunkusumo. Fiqa juga aktif dalam kepengurusan Rohis BEM Jurusan Kebidanan, Poltekkes Kemenkes Jakarta III.


Saatnya Menanam
Buku ini adalah kumpulan kisah nyata para penulisnya. Saat sepenggal kisah hidupnya terjalankan di ruang-ruang kelas dengan aneka kisah dan kasih.  Di punggawai oleh Ahmad Fuadi, penulis yang sangat fenomenal dengan buah penanya dalam Novel Best Seller “5 Menara” beliau menggandeng 13 penulis yang semuanya adalah Guru Peradaban.
Entah mengapa, begitu membuka lembar pertama pembaca akan terbawa suasana haru biru dalam suka duka seorang guru. Maka, menjadi guru ibarat seorang petani, petani peradaban. Mereka menyiapkan bahan dan lahan belajar di kelas, memelihara baik-baik bibit penerus bangsa, menyirami mereka dengan ilmu dan memupuk jiwa mereka dengan karakter luhur. Bila tiba masa kelulusan, guru akan tersenyum bahagia ketika anak didiknya meninggalkan sekolah, tumbuh besar, dan memberi manfaat buat orang lain. Guru yang ikhlas adalah petani yang mencetak peradaban.
            Ada banyak pelajaran alam dari testimoni ke tiga belas guru dalam buku ini. Penggambaran kebersahajaan, kepolosan, keluguan, ketidak beradaan sarana dan prasarana belajar atau perjalanan menempuh medan yang penuh kesulitan, semua adalah nafas semangat yang tak pernah padam walau tugas-tugas tertuntas sudah. Membacanya adalah membayangkan “Pahlawan tanpa Tanda Jasa” yang sering dinyanyikan murid-murid saat wisuda sekolah di kota-kota besar. Gambaran itu bisa kita dapatkan pada “Merah Putih di Kaki Langit Indong” tulisan Rahman Adi Pradana
            Kegigihan seorang Guru memotivasi murid-muridnya untuk tetap semangat belajar, kreativitas membangun suasana belajar, mentauladankan cinta dan perhatian bisa kita dapatkan pada tulisan Rahmawati Agustina pada “Pejuang Pasar” atau Muhammad Al Aliy Bachrun dalam “Ping Sewu”
            Ataupun semangat itu sendiri yang mutlak harus dimiliki seorang guru di tengah segala keterbasan seperti cerita Alita Suyadi pada “Kelas Matahari” dan Siswiyantisugi dalam “Menjadi Guru Tak Biasa”
Dan pelajaran hati itu, menjadikan kita para pembaca menunduk malu dan terpekur sedu, saat mendapati diri di tengah segala kemudahan dan fasilitas dunia belajar, biasa-biasa saja menoreh prestasi. Mungkin kita perlu berada di posisi mereka para Petani Peradaban ini, kalau ternyata kita merasa salah menentukan pilihan hidup untuk menjadi seorang GURU.
            Kisah-kisah dalam buku ini bukti nyata, bahwa pendidikan tidak terbatas pada a,b,c,d….yang diteriakkan di dalam kelas. Tetapi bakti dan janji yang diberikan seorang guru yang berjuang membawa perubahan.
Buku ini sangat layak dibaca oleh guru-guru yang kehilangan semangat berjuang karena gaji kecil dan sertifikasi yang tak kunjung cair….maupun para tuan guru yang telah lelah berpayah dalam ikhlas dan rendah hati. Agar semangat tak terhenti. Untuk terus berbakti mengukir prestasi, terutama di hadapan Ilahi atas janji membawa sejumput amal budi, sebagai pemberat timbangan bakti.