Selasa, 31 Mei 2011

Agar Cinta menjadi Tidak Biasa

Agar Cinta Menjadi Tidak Biasa
(Oleh: Lenny Oktaviana Dewi, S.Pd)
Suatu hari….menjelang hari Idul Fitri seorang anak tampaknya sangat sedih. Ia menangis tersedu-sedu…..Ada apa ya dengan anak itu…?
                Saat itu tampak rasulullah, Nabi Muhammad SAW sedang berjalan-jalan di kota Mekah. Ketika Nabi melihat anak yang menangis itu Nabi segera mendekati dan bertanya, “Kenapa engkau menangis nak…? Apa yang kau tangiskan…?”
Anak itu menjawab, “Ayah dan Ibu saya sudah tidak ada, sedang hari Raya sudah dekat….Saya lihat teman-teman saya bergembira dengan ayah, ibu dan keluarga mereka. Saya sedih tidak ada Ayah dan Ibu yang mengasuh dan memelihara saya, tidak ada keluarga yang member i  saya makan…”
                Mendengar itu Rasulullah sangat terharu. Dibujuknya anak itu. Dipeluknya dengan penuh sayang. Diusap-usapnya kepala anak itu sambil berkata, “Sekarang berhentilah menangis, nak. Maukah engkau menjadikan Muhammad ini Ayahmu? Aisyah menjadi Ibumu dan Fatimah menjadi saudaramu?
                Anak itu terkejut dan segera berhenti menangis. Dia tidak menyangka ternyata orang yang membujuknya, yang membelai-belai rambutnya adalah Rasulullah, Nabi Muhammad SAW yang tentu saja dia mau…
                Menjadi anak dari orang yang mulia, betapa senangnya  merasakan mempunyai ayah, ibu dan keluarga kembali.
                Nabi segera membawa anak itu pulang. Sesampainya di rumah, anak itu segera dibersihkan badannya oleh Ibunda Aisyah dan di pakaikan dengan pakaian yang bersih. Wajah anak itupun berseri karena gembira. Semenjak itu dia tinggal bersama keluarga Nabi. Nabi lah yang menjaga dan memelihara anak itu.
                Menjadi Ibu yang mencintai anak-anak buah hatinya adalah peran yang sangat istimewa dan tentu saja sangat mulia di sisi Allah SWT. Apalagi jika menjadikan dirinya sebagai Ummu Madrasatun, sekolah bagi anak-anaknya. Peran seorang ibu yang acapkali di sebut sebagai  Tiang Negara sangatlah benar. Jika pendidikan anak-anak begitu dipercayakan penuh padanya agar  Negara ini menjadi Baldatun Toyyibatun wa Rabbun Ghafurun , maka tugas mana lagi yang akan diemban seorang wanita muslimah selain menjadikan dirinya Ibu yang baik dan multi peran dalam pengasuhan anak-anaknya.
                Menjadi sangat wajar dan biasa ketika ia mencintai anak-anak yang terlahir dari rahimnya. Ia sudah mengandung dan merawat dengan segenap jiwanya. Sejak dari  kandungan dalam keadaan susah dan semakin bertambah dari hari kehari hingga berganti bulan, sampai  genaplah hitungan ke sembilan bulannya lebih sepuluh hari. Menahan sakit dan penuh perjuangan saat melahirkannya. Masih di tambah merawat dan menjaganya sampai si Buah Hati beranjak dewasa. Saat ia sudah bisa bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Seorang Ibu memang luar biasa. Semoga Allah terus menjaga keikhlasannya.
                Menjadi tidak biasa, ketika seorang Ibu bisa berbagi cinta dengan anak orang lain. Anak –anak yang mungkin tidak mendapat kesempatan mendapatkan Ibu yang baik, keluarga yang menyayangi dan lingkungan yang nyaman untuknya. Berbagi kebahagiaan, mencintai seperti anaknya sendiri. Semoga Allah merahmati Ibu-ibu luar biasa ini.
                Rasulullah berwasiat pada kita, “Barang siapa yang menyayang, maka dia akan di sayang.” Bukan sebuah kebetulan ketika kita menghampiri kemudian mengulurkan tangan kita penuh kasih, untuk mampu membelai  kemudian menyantuni anak-anak kurang beruntung tadi. Ada sebuah proses untuk  memulai dan menjadi sebuah kebiasaan baik untuk segera dilakukan.
                Rasulullah SAW bersabda: “Saya dan orang yang menyantuni anak yatim seperti ini “– beliau memberikan isyarat dengan telunjuk dan jari tengah dan merenggangkan diantara keduanya.
“Barangsiapa menggabungkan seorang anak yatim diantara kaum muslimin dalam makan dan minumnya sehingga dia berkecukupan, maka baginya surga.”
“Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW mengadukan tentang hatinya yang membatu, maka Nabi SAW bertanya kepadanya; “Apakah kamu menjadi lembut dan kamu mendapatkan hajatmu (keperluanmu)? Rahmatilah anak yatim, usaplah kepalanya dan berikanlah makan kepadanya dari makananmu, niscaya hatimu menjadi lembut dan niscaya kamu akan mendapatkan hajatmu.”
                Wahai muslimah, ditanganmu ada kelembutan yang bermuara di hatimu. Tidakkah kalian ingin berdampingan dengan Rasulullah di surgaNya? Inginkah pintu surga terbuka lebar untukmu? Maka, lembutkan hatimu dengan menabur cinta untuk anak-anak itu. Anak-anak selain anak-anak kita sendiri. Agar hati kita terasah kelembutannya.  Agar cinta kita menjadi tidak biasa.                    
  (Malang, Apr’11)


Membersamai Malaikat

Membersamai Malaikat
Oleh: Lenny Oktaviana Dewi, S.Pd
                Ali Mutawali Ali pernah memberikan nasihat pada kaum perempuan: “Kalian dapat merasakan kehadiran malaikat jika perasaan kalian lembut, terbiasa beribadah dan jiwa kalian telah mencapai kepatuhan yang tinggi pada Allah SWT. Sehingga semangat kalian tidak pernah padam berkat ketangguhan dan kebiasaan. Kalian memiliki budi pekerti yang mulia berkat ketenangan, toleransi, suka memaafkan, kasih sayang dan ketaqwaan. Kalian pun sering melaksanakan sholat malam, menangis dalam kesendirian, merindukan bertemu Allah dan memiliki kecintaan yang begitu membara pada Allah SWT. Kalian akan merasakan alam ghaib itu seolah-olah dapat disaksikan oleh penglihatan biasa.”
                Dalam setiap sisi kehidupan perempuan yang menarik, pastilah ada rahasia dibaliknya. Mengapa perempuan menjadi istimewa, adakah motivasi yang melatar belakanginya? Membersamai malaikat adalah salah satunya.
                Kekhasan perempuan adalah pembawaannya yang lembut. Jiwa-jiwa yang terasah dengan kepekaan, mudah tersentuh dan tergerak hati, empati yang berbuah simpati  sangat mungkin kita miliki. Apalagi pada setiap perempuan yang telah diberi amanah anak dalam kehidupannya. Bergaul dan bersentuhan langsung dengan anak-anak menjadikan jiwa dan perasaan kita lembut. Perasaan itu terasah secara alami dalam jiwa-jiwa kita.
                Sementara itu, lembutnya jiwa adalah efek dari menjalani  ibadah dalam setiap dimensi kehidupan kita. Dan itu artinya memaknai ibadah kita adalah menjadikan aktivitas kita dari bangun  tidur hingga berangkat tidur lagi semata mengharapkan keridhoan Allah SWT. Setelah memuji Allah SWT dalam jaga, maka aktivitas selanjutnya adalah menjadi ahli ibadah sepanjang hayat kita. Semua terbingkai dalam tasbih, tahmid dan takbir. Maka insyaallah setiap jenak hidup kita tak ada yang sia-sia.
                Muslimah sholihat, qonitat dan mukminat adalah sebaik-baik perhiasan. Begitu Rasulullah SAW menggambarkan tentang keindahan fatamorgana dunia. Dan semua itu bisa diperoleh karena kita mempunyai keindahan budi pekerti. Budi pekerti yang berarti akhlaq adalah sebuah spontanitas tanpa disengaja terlebih dahulu. Bagaimana itu bisa menjadi milik kita? Mari kita belajar untuk mengasah jiwa dengan ketenangan. Belajar mengendalikan amarah dan melatih kesabaran kita. Motivasi besar dari Allah SWT dalam firmanNya: “ Dan bersegeralah kamu kepada ampunan Tuhanmu  dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang diperuntukkan bagi orang-orang yang bertaqwa. (Yaitu)  yang menginfaqkan hartanya  di waktu lapang dan sempit dan yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.  (QS: Ali Imron ayat 133-134)
                Pelaku kebaikan adalah pemilik taqwa. Dan dengan ketaqwaan itulah kita akan membersamai malaikatNya. Berlaku baik bisa dilakukan siapa saja, dimana saja dan dalam dimensi apa saja. “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik. Dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An-Nahl:97)
                Sekali lagi tentang kelembutan jiwa. Membersamai malaikat adalah ketika kita mengetuk sepertiga malam terakhir dalam kesendirian. Memuji keharibaanNya. Mengadukan kesah dan syukur kita. Menghiba dan terus tengadah pinta. Kiranya Allah berkenan turunkan rahmatNya. Melalui malaikat yang sentiasa patuh dan taat tanpa nafsu bergeliat.
Merasakan alam gaib itu, adalah saat kita cucurkan air mata. Mengingati dosa dan khilaf tersesal. Mengharap Sang Pemaaf menerima taubat dan tunduk hina kita. Perempuan yang lembut jiwanya. Menjadikan tetes air matanya sebagai pemadam api neraka. Terus mencoba berbenah dan mengasah peka. Sesungguhnya hati yang gelisah karena dosa meski hanya seberat dzarah tak akan menyesal mencucurkan setiap tetesnya.
Karenanya setiap motivasi yang mendatangkan kebaikan dari hari kehari harus menjadi milik kita. Dan kehadiran alam gaib itu adalah motivasi besar kita. Sebagaimana generasi para sahabat yang tiada tandingannya hingga detik ini. Mereka bergerak dan terus melangkahkan jengkal kakinya mendekati surga. Melihat seakan-akan surga  ada di depan mata. Sebuah energi yang luar biasa. Karena mereka merasakan kehadiran alam gaib dalam setiap desah nafasnya.
Kelembutan jiwalah yang menjadikan perempuan seperti Ummu Sulaim mampu mengolah rasa. Bagaimana mungkin jiwa yang biasa-biasa saja mampu menuturkan sedih dan kehilangan dengan sebuah pekerti yang bijak bestari. Betapa indahnya pemilik kelembutan itu bertutur saat anak yang dicintainya diambil Sang Pemilik jiwa. Di sampaikannya dengan hati-hati setelah melayani sang suami,   “Wahai suamiku, apa yang kita lakukan saat kita diberi titipan oleh seseorang?” tanyanya membuka dialog cinta.
“Kita akan menjaganya dengan baik,” jawab Abu Thalhah suaminya.
“Jika pemilik titipan itu meminta dan mengambil kembali barang yang dititipkannya pada kita, apa yang kita lakukan?” tanya Ummu Sulaim lagi.
Abu Thalhah sang suamipun menjawab,”Kita akan berikan dan kembalikan.”
“Suamiku, sesungguhnya  Allah telah meminta kembali anak yang dititipkannya pada kita semalam,” tutur Ummu Sulaim selanjutnya. Betapa terkejut dan marahnya Abu Thalhah mendengar penuturan sang istri. Dengan berang dilaporkannya kepada Rasulullah atas perbuatan istrinya yang mengabarkan berita kematian anak mereka setelah apa yang telah mereka lakukan berdua saat itu. Baginda Rasulullah tersenyum arif dan berkata,”Semoga Allah merahmati dan memberkahi apa yang telah kalian lakukan semalam.”
Menjadikan Malaikat sebagai karib kita bukan sebuah keniscayaan. Masih ada kesempatan berteman dan membersamainya dalam hari-hari kita menuju perjumpaan dengan Allah SWT. Semoga jiwa-jiwa yang taat dan patuh milik malaikat mampu menyublim kedalam lubuk hati kita. Karena membersamainya adalah asa jiwa-jiwa yang taqwa. Adakah bekal yang lebih baik dari bekal taqwa itu sendiri?            “Dan berbekallah kalian, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa,”  (QS. 2:197)                                                                                                                                                                                                       Malang. Mei 2011