KETIKA CINTA HARUS UMMI
(Lenny Oktaviana Dewi, S.Pd)
Suatu hari, saya
begitu terusik dengan pertanyaan putraku yang ketiga…,”Ummi, besok aku
menikahnya dengan siapa ya?”
“Hmm…., “jawabku tak acuh tanpa
melihatnya. Terus terang saya agak kaget dan tak mau putraku melihat ekspresi umminya waktu itu.
“Bagaimana kalau dengan ….(menyebutkan
salah satu teman bermainnya sejak TK yang sekarang menjadi temannya di SD juga)”
Sambil menata hati dan mencoba
berpikir cepat mencari jawaban untuknya, saya mulai mencari bola matanya yang
begitu polos dan berpijar gemerlap. “Bagaimana, kalau kakak sekolah dulu yang
pinter kemudian jadi mujahid kaya Abi, terus nanti insyaallah kalau Allah
berkenan , kakak minta sama Allah, berdoa sungguh-sungguh supaya dipertemukan
Allah “teman” yang buuaaaiiiik sekali yang mau menemani kakak sampai negeri
akherat.” jawabku diplomatis.
“Berarti masih lama
ya Mi….harus dewasa dulu kaya Abi sama Ummi,” tanyanya kemudian.
“Ya sayang…., karena menikah itu adalah sebuah pekerjaan yang besar. Dan
semua akan dipertanggungjawabkan di
hadapan Allah kelak. Makanya yang mau menikah harus tahu dulu mana yang boleh
dan mana yang tidak boleh, mana yang baik dan mana yang buruk. Yang jelas,
kakak harus banyak belajar dulu.” ujarku kemudian. Kulihat si Kakak
terbengong-bengong mencoba mencerna petuahku.
“Eh,….memangnya kenapa sih, kok
Kakak tiba-tiba pingin nikah? Masih SD lagi…” tanyaku penuh selidik.
“Ehm,….soalnya aku pingin nanti ajak
anak-anakku jalan-jalan ke Pasar Minggu.” jawabnya malu-malu.
Walah….walah, aku pun terbahak
mendengar jawabannya yang lugas itu. Wong pingin minta jalan-jalan aja kok mikirnya
kreatif banget. Ah, indahnya bercengkerama dengan anak-anak.
Sesaat setelah itu,
saya pun mulai membayangkan jika anak-anak sudah dewasa nanti. Dari retiap
perbincangan yang kuikuti dan amati mereka sudah mulai berbicara malu-malu jika
menyangkut teman perempuan baik di sekolah atau di lingkungan bermainnya. Saya
tidak mau berpikir terlalu jauh tentang ini. Ah, biasa anak-anak… selalu
begitu. Saya akan berkomentar ketika sudah mulai menjurus agak jauh, meluruskan
jika mereka terlalu asyik dengan topik itu. Atau melerainya ketika akhrnya ada
yang marah dan tersinggung karena “si dia”
Lalu perlahan, ketika saatnya mereka
sudah “adem” saya bercerita tentang kisah sahabat yang bertanya pada Rasulullah
saw :
,“Ya Rasulallah, siapakah orang yang lebih berhak dengan
kebaikanku?”
Jawab Rasulullah, “Ibumu.”
Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Jawabnya, “Ibumu.”
Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Jawabnya, “Ibumu.”
Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Jawabnya, “Ayahmu.”
Kupandangi wajah mereka satu persatu, di
dalam hati aku bergumam, Masyaallah apakah aku akan kehilangan mereka setelah
mereka menemukan tambatan hati dan menikah? Seperti inikah hati Ibuku dulu saat
aku dipinang Abinya?
Egoku pun berbicara, bukankah aku ibunya
lebih berhak atasnya, karena telah mengandung, melahirkan dan membesarkannya
selama ini….Yah, ternyata aku pun cemburu pada anak-anakku. Lalu, kujelaskan
perlahan, bahwa jika sudah tiba saatnya Allah akan menunjukkan siapa pendamping
hidup kita kelak, yang sudah ditentukan jauh sebelum kita lahir tentang jodoh,
rezeki, hidup dan mati. Ummi hanya bisa mendoakan Allah berikan yang terbaik
untuk anak-anak Ummi. Karena Ummi yakin, laki-laki yang baik pasti untuk wanita
yang baik. Dan laki-laki yang buruk untuk wanita yang buruk juga. Serta
sebaliknya. Maka tugas Ummi dan Abi sekarang adalah mengantarkan anak-anak
mencintai Allah dan Rasulnya terlebih dulu, insyaallah cinta kepada “teman”
tadi akan mengikuti kemudian. Mencintai pasangan setelah mencintai Allah, Rasul
dan jihad di jalanNya.
Hmmm…..pelajaran hari itu sementara cukup,
saya yakin, seiring berjalannya waktu, ketika perlahan mereka tumbuh dewasa,
pertanyaan yang lebih rumit pasti akan mencercaku…dan semoga saya sudah punya
jawaban saat itu. Sebagai orang tua betapa inginnya anak-anak selalu bertanya
padaku, agar tidak salah mereka mendapat jawaban. Aku ingin anak-anak terbuka
dan mencurahkan seluruh isi hatinya pada aku, ibunya, agar aku bisa tetap
menjaganya dan merasakan cintanya padaku. Sehingga aku tidak perlu cemburu.
Ya
Allah, ijinkan kami mendapatkan keberkahan dengan hadirnya anak-anak penyejuk
mata kami kedua orang tuanya. Aamiiin.
@Ode,
Sept’12