Rabu, 10 November 2010

Tokoh Itu Bernama Naruto

Tokoh Itu Bernama Naruto
            Minggu ini tidak seperti minggu-minggu sebelumnya. Sepulang dri masjid Subuh tadi banyak yang harus aku persiapkan untuk acara “Road Show” hari ini. Aku katakan Road Show, karena itulah saat-saat aku “tampil” didepan “publik” menebarkan amal-amal kebaikan, menyemai pahala sebanyak-banyaknya untuk kupersembahkan pada Sang Pemilik jiwa ini. Kukatakan juga “publik”, adalah mereka keempat jagoan dan pangeranku tercinta. Kukatakan pada mereka,”Ayo bergegas, matahari sudah bersiap menyemangati kita!”
“Kemana kita, Mi?” tanya si Sulung.
“ Ke Masjid, lalu kita akan bersenang-senang hari ini,” tangkas kujawab pertanyaannya.
“Iya, tapi kemana?” susul yang kedua tak sabaran.
“Kita akan ke Pasar Minggu sayang, ayo makanya cepat nanti keburu pasarnya tutup!” sahut Ayahnya tak mau kalah.
“Asyik….,kita akan jalan-jalan!” teriak mereka bersamaan.
            Minggu ini memang istimewa, karena aku akan mengajak  anak-anak belajar banyak hal di Pasar Minggu. Seperti namanya, Pasar Minggu adalah pasar yang bukanya hanya di hari Minggu. Pasar ini memang pasar rakyat yang di gagas Pemerintah Daerah setempat untuk para pedagang kaki lima, agar lebih kondusif dan tertata rapi meramaikan geliat perekonomian di kota Malang. Selain sebagai sarana jual beli, sesungguhnya pasar ini menawarkan banyak hal tentang keanekaragaman budaya dan adat istiadat daerah. Stand-stand  yang merupakan tenda kafe berukuran 3x3m2 sungguh sangat representative memamerkan barang dagangan mereka. Juga aneka barang yang di tawarkan. Aku jadi teringat “Sabanan” semasa kecilku. Di daerahku, pesisir tepi pantai utara pulau Jawa, ada sebuah tradisi menjelang Ramadhan , selama sebulan penuh Pemerintah Daerah setempat memberikan hiburan kepada masyarakat berupa di gelarnya pasar malam. Tepat sebulan , yang jatuh pada bulan Sya’ban tahun Hijriyah penanggalan Islam. Makanya pasar ini dikenal masyarakat dengan istilah Sabanan, yang diambil dari kata Sya’ban. Hanya bedanya, Sabanan ini bukanya mulai sore hingga malam. Sedangkan Pasar Minggu di Malang dari ba’da Subuh hingga menjelang siang. Selain menyajikan berbagai macam barang dagangan, Sabanan juga menggelar aneka macam pertunjukan, terutama permainan anak-anak semacam komidi putar dan lain sebagainya. Pasar Rakyat yang murah meriah dan cukup menghibur bagi mereka yang berkantong “pas-pasan” Dan aku semasa kecilku mewajibkan diri untuk mengunjunginya bersama seluruh keluargaku. Perasaan suka cita selalu menyertaiku dari berangkat hingga sepulang darinya bersandar di bahu ayahku. Dan perasaan itu pula yang dialami  anak-anakku hari ini. Setelah memarkir kendaraan, kuberi aba-aba mereka untuk saling bergandengan tangan agar tidak terpisah satu sama lain, karena kondisi pasar yang sangat berjubel memungkinkan sekali bagi mereka untuk kebingungan  mencari kami ayah bundanya jika terpisah sekejab saja.
            Sulungku beranjak dari satu tenda ke tenda yang lain dengan riangnya, dan kutahu pasti lewat senyum lesung pipitnya yang tak pernah jauh dari wajahnya. Adik-adiknya membuntuti lewat belakang seolah menyetujui apapun yang kakaknya lihat. Aku terus berbicara menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka yang tiada henti. Pertanyaan itu terus mengalir seiring dengan bola mata mereka yang semakin membulat dan berbinar-binar. Saat-saat itulah yang sangat kusuka. Rasa ingin tahu yang membuat letupan-letupan ide dan semangat memberikan energi luar biasa untuk berkarya esok hari. Hari-hari yang berarti akan menorehkan kesan mendalam untuk mereka setelah besar nanti. Seperti aku bundanya yang selalu punya cerita masa-masa indah itu untuk mereka, sebagai awal membuka pintu rasa ingin tahu dan penasaran memancarkan sebuah “lampu pijar” di atas kepala mereka. Dan itu akan terus membentuk lipatan-lipatan dalam otak mereka, yang akan menjadikan mereka orang hebat di kemudian hari.
            Tiba-tiba si bungsu menghentikan langkahnya tepat didepan stand mainan. Diraihnya sebuah replika Naruto dan tanpa ragu ditunjukkannya padaku, seolah memohon dibelikan itu untuknya. Aku tersenyum dan bertanya,”Apa itu , sayang?”
“Naluto, oleh Mi?” jawab suara cedalnya setengah memohon.
“Oke, tapi janji mainnya gantian sama mas ya ,” jawabku minta kesediaannya sambil melirik ketiga kakaknya. Dan kulihat dia mengangguk mantap. Dan sudah kuduga kakak-kakaknya langsung menyusul sang adik meraih replika yang lain, sengaja tak paham kalimat “gantian” yang kuucapkan dengan volume agak keras tadi. Penjual mainan itupun terkekeh melihat polah anak-anakku, dan antusias melayani mereka dengan ramah. Kupandangi wajah suamiku dengan sedikit merasa bersalah mengijinkan mereka. Tapi sekali lagi, pangeranku itu tak pernah mengeluh. Dan aku selalu tahu bahwa kegembiraan anak-anak adalah kebahagiaannya juga. Lalu kamipun disibukkan memilih tokoh-tokoh karakter kebanggaan mereka. Masyaallah….., begitu hafalnya anak-anak dengan tokoh-tokoh khayalan itu. Kuperhatikan si sulung mengambil Sasuke, yang kedua Takasi, adiknya lagi meraih Robot Transformer. Dan si bungsu tetap dengan pilihan awalnya,  Naruto. Kucari-cari Gatotkaca diantara berpuluh-puluh karakter tadi, tapi tak kutemukan. Setengah bercanda kutanyakan pada penjualnya, sambil terkekeh pula dia katakan,” Ya, ndak ada bu, itu kan tokoh dalam negeri, lha ini kan buatan luar negeri.” jawabnya seolah menyalahkanku yang tidak gaul dengan tokoh-tokoh kartun itu. Aku mencerna jawaban itu seraya memahami betapa bangganya sang penjual  menjajakan bikinan luar negeri itu. Ya sudahlah, kubiarkan mereka bersenang-senang dengan mainan barunya sembari prihatin dengan kegemaran mereka.
            Pelajaran berharga hari ini, aku mulai meamahami sifat anak-anakku lewat karakter mainan yang dipilihnya. Dari cerita si sulung aku jadi tahu Sasuke yang dipihnya adalah pahlawan yang akhirnya menjadi musuh. Karena ketidakberdayaannya, menjadikan tokoh ini menjadi sosok yang selalu mengalah dalam peran-perannya. Dan itulah sulungku yang selalu menjadi pengalah bagi adik-adiknya. Kadang dia protes padaku mengapa harus dia yang berkorban untuk adik-adiknya. Tak bosan-bosan pula kusampaikan rasa sayangku atas pengorbanannya itu dan janji Allah baginya karena ayah bundanya ridho padanya.
            Sedang Takashi, Sang Guru Pahlawan adalah sosok jagoan milik putraku yang kedua. Gayanya yang sok menggurui menjadikan ia banyak dikelilingi teman-temannya untuk mendengarkan petuah-petuah yang tentu saja mengadopsi dariku.
            Robot Transformer dengan senjata tembak di tangan kanannya menjadikan daya tarik tersendiri bagi putra ketigaku. Sosok Pembela Kebenaran yang kuat dan tak terkalahkan, persis seperti sifatnya yang sok kuat meskipun kadang gampang sekali menangis karena hatinya memang selembut salju.
            Dan Naruto itu, entah aku juga tidak begitu paham dengan gaya pahlawan yang satu ini. Tapi yang jelas, kakaknya mampu menggambarkan dengan gamblang bahwa dialah trandsetter dan leader di semua lini. Itulah sosok si bungsu sehari-hari. Memimpin dan selalu menjadi pemenang di hadapan kakak-kakaknya yang sekali lagi kuminta untuk mengalah untuk adiknya. Agar tangisnya tak mudah pecah dan kepercayaan dirinya tumbuh. Tapi lihatlah, dia menunjukkan kearifannya, menyetujui kakak-kakaknya meminjam barang miliknya dengan bangganya.
            Kubayangkan tokoh Umar bin Khatab, Abu Bakar ash-Shidiq, Khalid bin Walid bahkan Asma’ binti Abu Bakar yang menjadi idolaku berbaris diantara karakter-karakter tersebut, bahkan Muhammad SAW  diantara pajangan tadi, pasti aku akan memilihkannya untuk mereka. Sayang mereka semua terlalu mulia kalau hanya untuk di buatkan replikanya dan sekedar dipajang untuk di koleksi pemiliknya. Islam mengharamkan penokohan mereka lewat gambar apalagi patung yang hanya akan merusak aqidah umat ini. Cukup catatan emas kegemilangan mereka untuk ditauladani generasi ini terutama anak-anakku lewat kisah-kisah heroik Umar menantang kaum kafir Qurays, atau Abu Bakar dengan pembenarannya terhadap Rasulullah, dan Khalid dengan kepiawaiannya di medan laga. Asma’ yang gagah mengemban amanah mendaki lembah demi keberlangsungan hidup dua orang kekasihnya di Gua Tsur.
            Itulah pelajaran keduaku hari ini, bertekad dalam hati menunjukkan kehebatan pahlawan sesungguhnya yang seharusnya menjadi idola mereka. Biarlah kutebus kesalahanku saat ini dengan berjanji menyalurkan energi dahsyat Rasulullah dan para sahabat lewat pelajaran-pelajaran berikutnya. Mungkin pekan depan ke museum atau ke kebun buah. Atau bisa ke lapangan sepak bola dan kolam renang, Yang penting semua tempat itu akan menceritakan pada mereka sebuah kehidupan alam nyata, bukan khayalan seperti medan yang telah Naruto dan kawan-kawannya pilih. Bagiku merekalah ladang pahala sesungguhnya.
           


Pasar Minggu suatu pagi
Ahad, 28 Maret 2010
Lenny Oktaviana Dewi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar